Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest YouTube
    Narareba.com
    • Beranda
    • Peristiwa
    • Narapedia
      • Tanaman
      • Karakter
    • Catatan
    • Galeri
    • Lirik
    Subscribe
    Narareba.com
    You are at:Beranda - Catatan - Selamat Jalan, Manusia Setengah Dewi
    Catatan

    Selamat Jalan, Manusia Setengah Dewi

    10/04/20202 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email
    SelamatJalan2CManusiaSetengahDewi
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email
    Selamat Jalan, Manusia Setengah Dewi

    “Bukannya kemarin sudah diingatkan jangan ke Bali lagi? Koq ngeyel sih?!”

    Aku tidak sedang dalam mood berlapang dada untuk diomeli, saat itu. Tetapi menunggu di bandara, dengan kondisi nyala di mata tinggal sekian watt, terpaksa.

    “Ling, di mana? Aku di bandara. Pinjam bantal, sebentar.”

    Itu pesan yang sebelumnya terkirim ke nomornya, dan langsung dibalas dengan semprotan.

    Seingatku, dia tak pernah mengomel. Menyindir, iya. Hari itu sepertinya dia benar-benar marah.

    Ada jeda sekian menit sebelum dia kembali mengirim pesan berikutnya.

    “Aku jemput ke situ atau langsung ke gua? Tempatku lagi ada orang,” tulisnya.

    Yaaahh.. Sama saja. Kepalaku butuh sandaran untuk sejenak rebahan. Kalau harus ke gua, apa bedanya? Apalagi ada bayang-bayang omelan yang lebih parah.

    Tetapi tetap saja, “Ya sudah, aku ke gua.”

    Kami lalu bertemu di sana, beberapa menit setelahnya. Di depan gua Maria St. Fransiskus Xaverius, Kuta.

    Saat muncul, sosoknya seolah menyandang dua tanduk di kepala. Dia marah. Marah karena aku mengabaikan larangan untuk datang lagi; bulan sebelumnya, dan bulan sebelumnya lagi.

    Di sore itu, ada banyak hal yang ditumpahkannya. Mungkin suasana hatinya juga sedang tidak baik-baik saja. Aku seolah jadi samsak tinju.

    Dia mengamuk. Tentang corona-lah. Tentang bagaimana orang-orang tidak sadar dengan bencana yang akan datang-lah. Tentang bagaimana aku yang keras kepala-lah.

    Tentang … Ah, sudahlah!!

    Di lubuk hati yang terdalam, aku tahu, itu caranya peduli. Kepedulian yang sama, sejak empat belas tahun lalu dia menemukanku di pulau ini.

    Kepedulian seorang kakak, rekan, sahabat, dan saudari.

    Kabar bahwa ia telah menghembuskan nafas terakhir semalam, lebih mengejutkan dari bunyi dentum Krakatau.

    Ingin rasanya jadi samsak lagi, diomeli lagi, hanya supaya dia tidak pergi. Selamanya.

    Betapa kehilangan ini terlalu besar. Bali seolah tak akan pernah lagi jadi pulau dewata tanpa sosoknya.

    Selamat jalan, Ling. Semoga damai menyertai perjalananmu menuju istirahat abadi.

    Aku berusaha untuk tidak menangis, tetapi tetap tak bisa.

    *Jumat Agung, dari balik jendela.

    Narareba
    Previous ArticleWaspada, Ini Salah Satu Modus Perdagangan Orang
    Next Article Tentang Senyum yang Semanis Cetakan Instagramnya

    Related Posts

    Bila Perlu, Menangislah Sampai Habis

    23/02/20213 Mins Read

    Antara Pilihan Hidup dan Seni Membaca Takdir

    16/02/20213 Mins Read

    Jika Tulisan Tanganmu Mirip Sekumpulan Cacing Menari

    14/02/20212 Mins Read
    Terpopuler

    Tokoh Terkenal Yang Meninggal Pada Tanggal 27 Oktober

    Tokoh Terkenal Yang Meninggal Pada Tanggal 17 Juli

    Rahasia Bibit Unggul: Panduan Persiapan Bibit Kapasan Terbaik

    Rahasia Terungkap! Bunga Kapas Subur dengan Faktor Pemicu Tepat

    © 2025 Narareba.com
    • About
    • T.O.S.
    • Privacy
    • Contact

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.