Tahun 2020 sebenarnya cuma Januari dan Februari; sisanya adalah latihan akhir zaman.
Saya tertawa ketika dikirimi jokes itu dalam becandaan kami di WA, suatu malam. Ya, awalnya terasa lucu.
Beberapa hari terakhir, tidak lagi. Tawa itu mendadak digantikan perasaan bersalah, takut, sekaligus penasaran. Benarkah 2020 adalah latihan kiamat?
Saya teringat dengan kisah Sara di Mamre, yang tertawa dalam hati ketika ia menguping bagaimana Yahwe mengatakan kepada suaminya bahwa tahun depan ia akan memiliki anak.
Tawa itu langsung digantikan perasaan bersalah, takut sekaligus penasaran, saat Yahwe mendengar tawa dalam hatinya dan berujar kepada Abraham, asuaminya:
“Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak, sedangkan aku telah tua?” – Kej. 18:13.
Seperti itulah, kira-kira. Lucu memang, jika mengingat bagaimana 2020 diawali pada Januari dan Februari. Penuh dengan harapan dan rencana-rencana tentang tahun baru.
Lalu, Boomm!!
Pandemi meluas. Panik mewabah. Krisis melanda. Satu per satu orang pergi. Perasaan bersalah, takut, dan penasaran muncul silih berganti.
Benar-benar seolah latihan akhir zaman.
Latihan untuk bisa tahu, siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak. Mana yang harus diperjuangkan dan mana yang mesti direlakan. Juga latihan untuk tahu, siapa yang hanya jadi sahabat seperjalanan dan siapa yang akan menemanimu hingga di ujung jalan.
Ya. Betapa Maret hingga September adalah sebuah latihan akhir zaman. Sebuah pelajaran hidup yang sungguh-sungguh berharga.
Mengingat itu, rasa-rasanya tidaklah kelewat dini untuk mengenang Genjing sebagaimana gunung Moria, puncak di mana Ishak seharusnya dipersembahkan sebagai korban bakaran kepada Sang Tuhan.
Jehovah Jireh. Demikian Abraham menamai tempat itu. Artinya, Tuhan menyediakan.
Ah.. Sepertinya sudah lama tak lagi menyentuh naskah-naskah Kierkegaard.*
– Mamakota. Awal September.