Nama yang Bukan Apa atau Siapa
Cukup lucu juga kalau memang harus menulis sendiri halaman perkenalan ini. Rasanya seperti sedang berada dalam sebuah ruangan yang penuh dengan orang asing, dan semua mata membelalak lebar penuh rasa ingin tahu menunggu kata pertama yang keluar dari mulut. Well, pemalu mungkin kata yang cukup lama disematkan oleh para sahabat. Harus saya akui, sebagian besar dari mereka benar. Saya cenderung untuk tidak ingin ‘tampil’. Cukup di belakang layar; tak perlu tangan kanan tahu, apa yang dibuat tangan kiri.
Tentu menjadi pertanyaan besar, kenapa kemudian saya memutuskan diri untuk tampil di WIKIPEDIA, apalagi menuliskan sendiri halaman “perkenalan diri”. Bukankah itu ibarat menelanjangi ‘layar’ yang sebelumnya saya gunakan sebagai tempat bernaung dari lampu sorot? Apakah ini adalah titik balik, saat di mana saya baru mengalahkan apa yang diistilahkan dengan “demam panggung”, sehingga cenderung ingin menjadi pusat perhatian? Atau, Apakah saya melakukan ini dalam kaitannya dengan suhu politik dan ekonomi negeri ini, ketika banyak orang yang berlomba-lomba mengkampanyekan diri dan produk jualannya?
Mengapa Tidak Mencoba Menjadi?
Di awal tahun 2013, saya terlibat dalam sebuah diskusi kecil dengan beberapa teman-teman sesama alumni Seminari Pius XII Kisol angkatan 1999. Bermula dari pembicaraan seputar keberadaan sesama teman angkatan yang saat ini sudah tersebar di seluruh nusantara dan luar negeri, baik awam maupun rohaniawan, topiknya pun mengerucut ke bakat dan potensi yang kini dikembangkan oleh masing-masing teman setelah lama beranjak dari Lembah Kisol. Akhirnya, saya kebagian jatah untuk berbagi pengalaman, tetang apa yang saya miliki dan apa yang bisa saya bagikan; lebih tepatnya, bakat apa yang bisa saya sumbangkan. Teman-teman sudah tahu, bahwa saya bisa menyanyi dan menulis, karena saat masih sama-sama duduk di bangku SMA Seminari Kisol, saya cukup aktif di Band dan Mading sekolah. Tetapi pertanyaan mereka kemudian cukup sulit untuk saya jawab; sekarang, di mana kami bisa membaca tulisan-tulisanmu?
Terus terang, saya tidak bisa memberikan jawaban yang sama seperti jawaban di paragraf dua di atas; bahwa saya terlalu malu untuk mempublikasikan tulisan-tulisan saya, sebagaimana yang kemudian saya utarakan dalam komentar kepada bloggerntt.com yang telah memajang tulisan saya di forum komunitas blogger NTT. Untung saja, waktu itu saya menjawab bahwa saya belum menemukan media yang cocok untuk menyalurkan tulisan-tulisan saya yang, secara pribadi saya akui, memiliki ciri khas tersendiri. Kenapa untung, atau lebih tepatnya, kenapa saya harus bersyukur? Ya, karena salah seorang sahabat pada waktu itu memberi sebuah saran kecil: “Kenapa tidak membuat sebuah blog? Kau bisa menuliskan apapun di sana.” Terimakasih, kawan. Sungguh, itu adalah celetukan kecil yang kemudian menjadi cikal-bakal dari sebuah perjalanan panjang.
Penulis Nara Reba Manggarai
Blog itu pun lahir, lebih tepatnya bangkit dari mati suri. Beberapa tahun sebelumnya yakni di 2011, saya pernah membuat sebuah blog kecil: lawe.blogspot.com. Akan tetapi blog itu tidak pernah diupdate lagi, karena memang hanya dibuat untuk mengisi rasa keingintahuan tentang teknik membuat blog yang begitu booming di dekade awal tahun duaribuan. Karena kali ini saya membuka kembali pintu Google dan masuk ke ruang Blogger dengan visi yang berbeda, alamat lawe.blogspot.com dibabtis kembali menjadi http://nara-reba.blogspot.com. Awalnya, Nara Reba Manggarai, nama yang saya pilih untuk menjuduli nara-reba.blogspot mendapat tanggapan keras karena perbedaan pemahaman terkait istilah Nara Reba.
Kata Nara yang saya artikan sebagai “Saudara”, dan kata Reba yang saya terjemahkan sebagai “Muda” adalah dua kata Bahasa Manggarai – Flores yang ketika digabungkan dalam judul “Nara Reba Manggarai” mengandung ambiguitas makna. Beberapa sahabat pembaca blog menerjemahkannya dengan versi: Orang Ganteng dari Manggarai, itu yang belakangan melahirkan beberapa dengung protes (mungkin karena saya memang jauh dari gambaran ganteng). Padahal, yang saya maksudkan dengan nama Nara Reba Manggarai adalah “Saudara Muda Manggarai”; Blog yang berisi catatan perjalanan seorang Saudara Muda asal Manggarai yang ingin menuangkan kisahnya dengan cara dan bahasanya sendiri. Akan tetapi, syukurlah. Seiring dengan perjalanan waktu dan bertambahnya tulisan di http://nara-reba.blgospot.com, “dengung kepedulian” akhirnya berganti menjadi nada-nada apresiasi atas tulisan-tulisan yang kemudian hadir di Nara Reba Manggarai. Terimakasih untuk itu.
Menjawab Pertanyaan Tentang Siapa
Kembali pada pertanyaan, kenapa akhirnya saya memberanikan diri untuk tampil di WIKIPEDIA. Jawaban pertama, karena Nara Reba Manggarai. Beberapa pembaca blog kemudian mulai mempertanyanyakan siapa sih penulis blog Nara Reba Manggarai? Terlepas dari bagian mana yang ingin dicari dari pertanyaan terkait siapa itu, berikut ini saya akan menuliskan sedikit penjelasan. Semoga jawaban-jawaban berikut ini tidak melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru lainnya.
Armin Thundang. Lahir di Ruteng, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur pada 17 september 1987. Dibabtis dengan nama Robert Bell. Thundang: Robert Bellarmino adalah nama Santu Pelindung, sedangkan Thundang adalah nama marga yang saya warisi dari keluarga Ayah yang adalah anggota suku Ntangis Waling di Manggarai Timur. Ino (dari nama Bellarmino), begitu saya disapa dalam keluarga dan teman-teman kecil saya. Setelah menamatkan pendidikan di SDK Kumba I Ruteng dan melanjutkan pendidikan ke Seminari Kisol, seorang pastur menghadiahi saya nama panggilan baru, Obeth (panggilan akrab dari nama Robert).
Sampai sekarang, di kalangan teman-teman alumni Kisol maupun teman-teman asal Flores, saya lebih dikenal dengan nama itu: Obeth Thundang. Setelah keluar saat masa Novisiat dari Ordo Fratrum Minorum Indonesia dan harus menemukan arah hidup yang baru, saya kemudian memilih untuk menyandang nama Armin (dari nama Bellarmino). Maka jadilah petang dan pagi; Armin Thundang.
Masih Bukan Siapa-Siapa
Berani menulis di WIKIPEDIA tidak lantas menjadikan saya seseorang. Saya masih Armin Thundang yang masih bergulat dalam proses “menjadi”. Dan, kembali ke harapan sebagaimana yang diungkapkan di awal tulisan ini, saya berharap bahwa suatu ketika ada yang menulis tentang saya; bukan saya yang-sedang-memperkenalkan-diri; bukan saya yang-sedang-mempromosikan-diri; tetapi yang benar-benar menulis tentang saya yang apa adanya. Tentu, itu tidak akan terlepas dari bagaimana saya mengisi kehidupan ini ke depannya. Untuk saat ini, saya sedang memupuk harapan, semoga saya bisa menyumbangkan sesuatu, meskipun kecil, lewat Nara Reba Manggarai.