Hidup mesti realistis. Down to earth. Mesti sadar diri juga, katanya..
Pesan yang serupa, sepertinya juga diungkapkan Daidalos kepada putranya, Ikaros, yang ingin kabur dari Kreta dengan sepasang sayap dari bulu unggas.
Mitologi Yunani mengisahkan, Daidalos memang tidak melarang anak laki-lakinya itu untuk terbang. Ia hanya mewanti-wanti Ikaros agar jangan terbang terlalu dekat dengan matahari. Mengingatkannya untuk sadar diri.
Tetapi, tidak diindahkan. Kita tahu, Ikaros pun jatuh. Lalu, mati. Karena sayap-sayapnya meleleh.
Apakah sejak itu manusia berhenti bermimpi untuk terbang? Tidak.
Tidak semua orang betah dengan larangan dan sekian jenis tidak-boleh. Apalagi jika dibumbui kisah-kisah mistis yang tidak masuk akal, yang uniknya selalu diselipkan pesan: hidup ini mesti realistis.
Ada Wright bersaudara, yang kemudian berhasil menerbangkan pesawat pertama. Ada juga hikayat ‘Vostok’, pesawat ulang-alik pertama yang sukses mengangkasa..
Dunia ini sepertinya milik para pejuang yang berani mewujudkan mimpi-mimpinya. Juga, milik para pekerja keras yang berani, tanpa mesti nekat.
Karena, bukankah keberanian adalah kemampuan mengatasi ketidaktahuan dan rasa takut?
Memulangkan kombatan ISIS yang berani membakar pasportnya sendiri ke tanah air, itu nekat. Ada pengamat yang bahkan menyematkan istilah yang lebih sarkas lagi: dungu.
*Surabaya. Februari 2020.