enumolasmanggarai

Dalam perjalanan hidup, ada kota yang tak lagi kita kunjungi, ada orang yang tak lagi kita temui. Semoga kota itu bukan Ruteng. Semoga orang itu bukan kamu. Antara Pancoran dan Pintu Tol, sebuah puisi tanya.

The strangest part about being famous is you don’t get to give first impressions anymore. Everyone already has an impression of you before you meet them. – Kristen Stewart, Bella dalam “Twilight”

Antara Pancoran dan Pintu Tol

Gerimis tak lagi rintik, tapi detak
pilu di atas bubungan
Sejak merdumu berlalu, bebunyian
hanyalah rintihan sendu,
menyeruak di tengah ruang
kosong. Aku kehilangan..

Jika saja aku tak pernah diberi
piihan, sejak dulu aku tahu, pada
siapa mataku kuarahkan, pada
siapa gejolak yang tak pernah suci ini
kutitipkan..

Tetap saja. Selalu ada jalan lain.
Dan, selalu saja aku
tak pernah merasa benar
memilih..

Mungkinkah nuraniku terlanjur mati,
atau benarkah tak ada lagi cawan
yang cukup untukku menuangkan
segelas teriakan?

Aku kehilangan..

Akukah yang tak lagi cukup
waras dengan pemikiran arus zaman,
bergejolak tanpa
pernah mau menunggu mapan?

Betah dengan pilihan yang lalu disia-siakan
Puas dengan sayatan yang ditorehkan
dalam sempitnya kebersamaan?

Sekali lagi. Seperti yang sudah-sudah.
Ada diam dan jeda di setiap luka yang kubuat di
silang sayatan luka yang lama..
Aku kehilangan.. Lagi..

Entah di sana.. Di sisi hati kecilmu..

Masihkah ada pintu
yang terbuka untuk ketukku?

Ataukah, tak lagi ada celah untuk
senyuman hangat, untuk
dinding yang kelewat membatu?

Catatan Nara Reba Manggarai:

Puisi ini ditulis di Ruteng, Desember 2011, di ruang tamu dengan kelap-kelip lampu Natal. Di luar, hujan begitu lebat; sejak tiga hari lalu sudah seperti itu. Kue-kue natal pun belum habis seperempat toples. Ruteng memang begitu: selalu dingin menggigit, selalu dureng (hujan beberapa hari berturut-turut) di penghujung tahun, selalu punya ruang untuk kebersamaan sekaligus sudut untuk menepi. Ruteng memang sejak dulu sudah seperti itu: selalu sediakan mata untuk melongok ke dalam hati, lalu membisikkannya ke luar lewat baris-baris puisi.

Foto ini diambil di Kapal Motor Tilongkabila,1KM Tilongkabila adalah kapal penumpang buatan Papenburg – Jerman (1994) milik PT PELNI yang melayani jalur pelayaran dari Bali hingga ujung Sulawesi Utara. Saat liburan, kapal ini akan selalu menjadi alternatif utama untuk menyeberang dari atau ke Labuan Bajo – Manggarai Barat. Selain karena harga tiketnya yang relatif jauh lebih murah dibanding harga tiket pesawat, KM Tilongkabila punya daya tarik tersendiri ; mungkin di lain waktu, narareba akan bercerita tentang itu. Bagi para sahabat yang membutuhkan jadwal perjalanan KM Tilongkabila, bisa dicek di sini: website PT PELNI Desember 2014, di selat antara Bali dan Nusa Tenggara. Di luar, cuaca begitu nyaman; anginnya menggoda untuk bercengkrama di geladak. Seorang gadis kecil yang ikut terpesona mengagumi laut, mendadak turun dari pangkuan ibunya dan memandangi kamera kami dengan mata berbinar: ia ingin difoto. Setelah beberapa jepretan, ia duduk di kotak putih besar dan menatap laut dengan matanya yang seakan dewasa. Lalu… click!! Cantiknya terekam sempurna. Ah… Kami lupa, siapa namanya. Nomor HP ibunya pun tak sempat disimpan.

Kota Dingin Ruteng

Kota Dingin. Entah dari mana atau siapa yang pertama kali menyematkan julukan itu untuk Ruteng. Jika dibanding kota-kota lain di dunia, dinginnya Ruteng memang tidak ada apa-apanya dibanding Omiyakon (Оймяко́н) – sebuah kota kecil di Rusia yang suhunya kadang mencapai minus 70 derajat Celcius.2Oymyakom adalah kota yang terletak di sepanjang sungai Indigirka, sekitar 30 kilometer (19 mil) barat laut dari Tomtor di Kolyma Highway. Konon kabarnya, karena suhunya yang sangat dingin, sayuran dan tumbuhan tidak dapat tumbuh di kota yang menjadi bagian dari Republik Sakha – Rusia ini. Tak hanya air, di Oymyakom, benda-benda ikut membeku. Ponsel tidak bisa digunakan di sana. Saking dinginnya, bahkan tinta pena pun ikut membeku. Akan tetapi aktivitas belajar-mengajar di kota ini tetap berjalan normal. Jangankan itu, disandingkan dengan kota (yang benar-benar) dingin lain semisal Helsinki di Finlandia, Moskow di Rusia, ataupun Alaska, Ruteng ibarat Daud di hadapan kesebelasan Goliath.

Pun jika memakai kriteria urutan ala Alexa.com atau daftar pencarian halaman awal ala google.co.id, Kota Ruteng bahkan belum tercatat “layak” mendapat anugerah Kota Dingin Award. Google masih mematenkan tahta kota dingin Indonesia untuk Takengon (Aceh), menyusul Padang Panjang (Sumatera Barat), Bukittingi (di Sumatera Barat), Bandung (Jawa Barat), Bogor (Jawa Barat), dan Malang (Jawa Timur).3Daftar ini diciduk dari tulisan berjudul “Kota-kota Paling Sejuk di Indonesia” yang diposting oleh situs pegipegi.com, sebuah situs Biro Agen Perjalanan berbasis Online. Setelah sempat miris karena tidak mendapati nama kota Ruteng di daftar itu, saya jadinya terhibur dengan dialog singkat antara dua pembaca di kotak komentar. Julius Jefri Aditya: Tambah dengan kota Ruteng, Bajawa, Moni (danau tiga warna) ketiganya di Pulau Flores. Udaranya dingin sekali. Arief Sang Maestro: Haha kota bajawa memang dingin, tapi itu kotanya kecil bro. dan masih di kelilingi dengan gunung dan bebatuan, makanya tidak tercatat sebagai kota sejuk di Indonesia. Mungkin jika ditanya, di mana Ruteng? Jawabannya, Ohh.. dia tahan kelas. Haha!

Untuk sebagian orang (yang tinggal di) Ruteng, kota itu juga tidak lebih dingin dari kota-kota lain di Flores. Bajawa, misalnya. Kota Seribu Kompiang itu juga bahkan akan kalah pamor dinginnya jika dibanding nama sejumlah desa yang bertengger di kaki pegunungan yang sama. Ambil contoh, Waling (yang menurut Google, berada di somewhere place alias entah di mana). Penulis nendong.blogspot.com menjuluki desa yang jaraknya sepenanakan nasi dari Ruteng itu sebagai Rusia-nya Pulau Bunga. Nah!!

Orang Ruteng mungkin tak akan terlalu ambil pusing dengan predikat Google tentang kota terdingin di dunia. Warga kota itu pun tak akan begitu ngotot memberi data dan angka dari Online Weather Checker hanya supaya nama Ruteng bisa disandingkan dengan kota-kota berlabel sejuk lainnya di Indonesia.4Selain melalui smartphone, perkembangan suhu, prakiraan cuaca, dan prediksi curah hujan di Ruteng bisa di cek melalui komputer di situs Accuweather. Jika kurang puas dengan hasil yang disajikan di sana, atau ingin membandingkannya dengan hasil dari situs pengukur cuaca lainnya semisal Woonderground atau Zoover. Tanya kenapa? Ah, ya. Kebetulan saya dari Ruteng.

Di Ruteng, dingin tak hanya tentang rasa-di-kulit semata. Di kota itu, dingin tak sekaligus berarti beku-soal-hati. Dingin adalah kata yang disematkan untuk memberi tahu, kami punya cara untuk membuatmu tetap merasa hangat. Ya, hangat di lidah dengan kopi dan kompiangnya. Hangat di telinga dengan lagu-lagu tembang kenangannya yang selalu terdengar di sudut-sudut kota. Hangat di hati dengan kebersamaan serta imus rebok (senyum tulus) orang-orangnya.

Masihkah Ruteng se-dingin itu? Setahu saya, masih. Masihkah ada kehangatan yang tersaji di sana? Seingat saya, iya. Masihkah Ruteng layak menyandang julukan itu? Aku sih, yes. Gimana menurut Mas Anang? Hahaha… Just a joke. Satu yang pasti, menyukai cerita tentang Ruteng atau mencintai orang dari Ruteng tak akan pernah lengkap tanpa berkunjung ke kota itu. Dinginnya akan membuatmu tahu, apa arti kehangatan. 🙂

Pancoran dan Pintu Tol

Menuliskan dalam daftar panjang, siapa saja orang-orang yang ditemui dalam Catatan Perjalanan sejak dari Ruteng hingga saat ini adalah pekerjaan yang tak akan pernah selesai dalam satu masa hidup. Akan banyak sekali “orang-orang” yang harus di-list jika memang itu adalah pertanyaan yang harus dijawab untuk melewati pintu surga. Dan, otak tak akan sedetail itu – kecuali milik Scarlett Johansson, sang tokoh utama dalam film Lucy.5Lucy (2014), film yang dibintangi Scarlett Johansson. Bercerita tentang seorang perempuan yang mendapatkan kekuatan mental dan kemampuan fisik yang kuat setelah peristiwa penculikan yang dialaminya. Ia mampu menyerap informasi secara instan, melakukan telekinesis, melihat masa depan, tidak merasakan sakit maupun ketidaknyamanan lainnya. Ada akhir menarik yang tersaji di akhir cerita film itu.

Sejalan dengan otak yang hanya menyaring informasi-informasi penting tertentu, dalam perjalanan hidup, kita juga hanya “mengingat” sekelompok kecil orang dari antara mereka yang pernah kita temui. Orang-orang yang “teringat” itu pun dilabeli dengan totem tertentu untuk bisa dikelompokkan menurut derajat ingatan. Totem yang dipakai bisa bermacam-macam. Saya terkesan dengan cara RPD (kini RSPD) Manggarai yang sejak lama telah mengurutkan totem derajat kepentingan itu dalam sesi “Radiogram” atau “Berita Duka”:

Radiogram dari anak Pondik di Tilir ditujukan kepada Om Nadus di Mukun, Anak Tina di Labuan Bajo, Amang Markus di Kisol, Inang Rimpet di Lambaleda, Kesa Riwek di Pong Ndode, Kesa kador di Satarmese, Om Tinus di Reo, Weta Dongki di Bitting-Colol, Nana Lipus di Tentang atau di Bahong, Tanta Timung Te’e di Pota Amang Lanur di Sita, Anak Rona Riwu di Tilir, anak Wina Cibal di Barang – Satar Mese, Anak Rona Lembor, segenap ase-ka’e, sahabat, kenalan, serta seluruh keluarga yang belum sempat disebutkan namanya di mana saja berada. Isi radiogram:…6Kutipan ini sedikit dimodifikasi dari “catatan” aslinya yang diangkat oleh penulis blog nendong dalam catatannya berjudul Social Media Kota Ruteng. Agak susah mencari rujukan tertulis yang mengulas tentang style RPD Manggarai di era 90-an hingga kini. Nendong mengangkatnya dengan unik dalam gaya bahasa dan cara berceritanya yang khas.

Ada saatnya, kita harus mengingat orang-orang yang pernah ditemui sepanjang perjalanan hidup. Tak harus di pintu surga, di bawah tatapan dagu berjanggur-nya St. Petrus Cs. Bisa saja di momen ulang tahun, di persiapan pernikahan, di acara syukuran, atau saat hendak mengirimkan radiogram ke RSPD. Sebaliknya pun demikian: orang lain yang akan mengingat dan mengurutkan kita dalam derajat penting atau tak penting versi mereka masing-masing. Pertanyaannya adalah, apakah kita bisa mengingat siapa saja “mereka” itu? Juga sebaliknya, apakah kita juga akan termasuk dalam daftar orang-orang yang “mereka” ingat?7Kita mungkin akan kesulitan jika harus mengingat dan menuliskan kembali daftar panjang nama-nama orang yang pernah kita kenal atau temui. Kata “kesulitan” itu mungkin muncul dari bayangan akan kemampuan otak kita yang dianggal terbatas. Mmm… Tidak harus belajar teknik hipnotis untuk bisa memaksimalkan peran otak. Artikel Sciencedaily ini mungkin akan sedikit membantu menjadi pijakan awal keyakinan: bahwa kapasitas otak manusia tak semini tempurung kepala.

Puisi ini, “Antara Pancoran dan Pintu Tol” adalah cara saya mengingat seseorang, seseorang yang akan selalu punya tempat di narareba. Tabe.

Catatan Narareba:

  • 1
    KM Tilongkabila adalah kapal penumpang buatan Papenburg – Jerman (1994) milik PT PELNI yang melayani jalur pelayaran dari Bali hingga ujung Sulawesi Utara. Saat liburan, kapal ini akan selalu menjadi alternatif utama untuk menyeberang dari atau ke Labuan Bajo – Manggarai Barat. Selain karena harga tiketnya yang relatif jauh lebih murah dibanding harga tiket pesawat, KM Tilongkabila punya daya tarik tersendiri ; mungkin di lain waktu, narareba akan bercerita tentang itu. Bagi para sahabat yang membutuhkan jadwal perjalanan KM Tilongkabila, bisa dicek di sini: website PT PELNI
  • 2
    Oymyakom adalah kota yang terletak di sepanjang sungai Indigirka, sekitar 30 kilometer (19 mil) barat laut dari Tomtor di Kolyma Highway. Konon kabarnya, karena suhunya yang sangat dingin, sayuran dan tumbuhan tidak dapat tumbuh di kota yang menjadi bagian dari Republik Sakha – Rusia ini. Tak hanya air, di Oymyakom, benda-benda ikut membeku. Ponsel tidak bisa digunakan di sana. Saking dinginnya, bahkan tinta pena pun ikut membeku. Akan tetapi aktivitas belajar-mengajar di kota ini tetap berjalan normal.
  • 3
    Daftar ini diciduk dari tulisan berjudul “Kota-kota Paling Sejuk di Indonesia” yang diposting oleh situs pegipegi.com, sebuah situs Biro Agen Perjalanan berbasis Online. Setelah sempat miris karena tidak mendapati nama kota Ruteng di daftar itu, saya jadinya terhibur dengan dialog singkat antara dua pembaca di kotak komentar. Julius Jefri Aditya: Tambah dengan kota Ruteng, Bajawa, Moni (danau tiga warna) ketiganya di Pulau Flores. Udaranya dingin sekali. Arief Sang Maestro: Haha kota bajawa memang dingin, tapi itu kotanya kecil bro. dan masih di kelilingi dengan gunung dan bebatuan, makanya tidak tercatat sebagai kota sejuk di Indonesia.
  • 4
    Selain melalui smartphone, perkembangan suhu, prakiraan cuaca, dan prediksi curah hujan di Ruteng bisa di cek melalui komputer di situs Accuweather. Jika kurang puas dengan hasil yang disajikan di sana, atau ingin membandingkannya dengan hasil dari situs pengukur cuaca lainnya semisal Woonderground atau Zoover.
  • 5
    Lucy (2014), film yang dibintangi Scarlett Johansson. Bercerita tentang seorang perempuan yang mendapatkan kekuatan mental dan kemampuan fisik yang kuat setelah peristiwa penculikan yang dialaminya. Ia mampu menyerap informasi secara instan, melakukan telekinesis, melihat masa depan, tidak merasakan sakit maupun ketidaknyamanan lainnya. Ada akhir menarik yang tersaji di akhir cerita film itu.
  • 6
    Kutipan ini sedikit dimodifikasi dari “catatan” aslinya yang diangkat oleh penulis blog nendong dalam catatannya berjudul Social Media Kota Ruteng. Agak susah mencari rujukan tertulis yang mengulas tentang style RPD Manggarai di era 90-an hingga kini. Nendong mengangkatnya dengan unik dalam gaya bahasa dan cara berceritanya yang khas.
  • 7
    Kita mungkin akan kesulitan jika harus mengingat dan menuliskan kembali daftar panjang nama-nama orang yang pernah kita kenal atau temui. Kata “kesulitan” itu mungkin muncul dari bayangan akan kemampuan otak kita yang dianggal terbatas. Mmm… Tidak harus belajar teknik hipnotis untuk bisa memaksimalkan peran otak. Artikel Sciencedaily ini mungkin akan sedikit membantu menjadi pijakan awal keyakinan: bahwa kapasitas otak manusia tak semini tempurung kepala.
Artikel SebelumnyaEsok Dalam Gelas Kopi
Artikel BerikutnyaLemorai: Perantau Yang Kembali