Liebster Award: Discover New BlogsSaya dapat Liebster Award dari Kak Armin Bell. Hal pertama yang terlintas di kepala adalah: ngeri-ngeri sedap!! Liebster Award adalah (?): Liebster, dari kata bahasa Jerman Liebste (favorit), turunan dari kata Liebe (sayang). Mendapatkan penghargaan sebagai salah satu dari sekian banyak penulis blog yang di-tag senior sekaliber Kak Armin membuat saya dilema.

Paragraf yang kedua dan ketiga di-insert saat tulisan ini baru separuh rampung. Ternyata, panjang juga. Padahal belum selesai. Harusnya bisa jadi trilogi. Hahaha.. Tetapi, kasihan pembacanya. Orang pertama yang saya minta mereview typo (salah ketik) saat tulisan ini masih berupa coretan di notepad berkomentar: “Aduh.. Sudah panjang, isinya juga bikin pusing.” Wkwkwk..

Saya lalu membaginya dalam Tiga (3) bagian:
1. Kenapa Ngeri-ngeri Sedap? (Tiga alasan. Silahkan dilewatkan bagi yang tak mau “cape mata”)
2. Kenapa Sebelas? (Sedikit membolak-balik Google. Silahkan dilirik kalau penasaran)
3. Liebster Award (Berpartisipasi: Tentang; Jawab; Tanya. Lanjutkan)

Penghargaan Ngeri-ngeri Sedap
Saya terkejut ketika membaca tulisan yang di-tag Kak Armin ke wall Facebook: Saya Kena Liebster Award Tahun Ini. Kena deh!! Benar dugaan saya, saya ditandai karena nama saya ada di antara sebelas peraih tongkat estafet berikutnya:

Saya kena liebster award tahun ini
Terkejutnya kurang lebih begini…
  1. Odi Salahuddin (Jogjakarta)
  2. Reynald Susilo (Ruteng – Surabaya)
  3. Ikka Waso (Ruteng – Surabaya)
  4. Dhewy Sukur (Ruteng – Jogjakarta)
  5. Elna Hadi (Ruteng – Jakarta)
  6. Robert Bell Thundang (Ruteng – Jakarta)
  7. Milliano Thundang (Ruteng – Jakarta)
  8. Ucique Jehaun (Ruteng)
  9. Yovie Jehabut (Mbeling)
  10. Dicky Senda (Kupang)
  11. Yohanes Octa (Surabaya)

Seperti saya bilang sebelumnya, ini ngeri, tapi juga ini sedap. Lho, koq? Co’o tara nggitun? Saya punya sejumlah alasan, entahkah nanti kalau dituliskan bisa mencapai “sebelas alasan” ala Liebster Award atau tidak, mari kita cari tahu sama-sama. Sampai saat kalimat ini ditulis, saya juga belum tahu.

Alasan pertama: sejak awal menulis blog Nara Reba, saya selalu menghindari award yang satu ini. Rasanya seperti mendapat pesan berantai di SMS atau BBM, tetapi minus ancaman. Biasanya kan, bunyinya seperti ini: sebarkan pesan ini, kalau tidak, bla bla bla. Ada yang diancam digigit buaya-lah, bangkrut-lah, dipecat-lah. Ngeri!

Dalam kasus Liebster Award, tidak melanjutkan tongkat estafet, ibaratnya tidak menghargai sang pengulur tongkat sebelumnya. Dari dulu, setiap kali mendapat penghargaan ini untuk Nara Reba Manggarai, saya selalu membatin: “Mael Deh!!” Catatan kecil, saya tidak suka diancam dan tidak segan mengancam balik.

Alasan Kedua: saya selalu bersembunyi di balik Nara Reba Manggarai. Hanya di sini saya berani mengaku Robert Bell. Thundang, atau setidaknya Arthmin Thundang atau Ino Thundang. Selebihnya, tidak. Di “peternakan blog”, nama itu tidak dipakai. Ada banyak alasan yang bisa digulirkan kenapa kata Thundang hanya dipakai di Nara Reba. Tetapi, sudahlah. Itu hanya akan memunculkan sebelas jawaban dan sebelas pertanyaan baru.

Intinya singkat saja, Thundang artinya “khusus” atau “dikhususkan”. Saya hanya memakainya di Nara Reba, bukan di “natas blog” yang lain. Nah, salah satu peraturan tak tertulis ala Liebster Award adalah, penghargaan ini diberikan kepada lima sampai sebelas blog yang followers (ala Google+) atau users (ala Google Analytic) berjumlah kurang dari 200 followers/users. Ya, di antara sekian banyak blog, ini yang paling sedikit pengunjungnya.

Nara Reba ManggaraiSejak dinamai nara-reba.blogspot,com dan dibabtis kembali dengan www.narareba.com, hingga hari ini  Nara Reba Manggarai telah mendapatkan 4.065 users dengan 67.710 total tayangan halaman versi Google Analytic. Secara kualifikasi “users”, Nara Reba memang tidak layak lagi mendapatkan penghargaan itu. Tetapi, kalau mau omong jujur, isi tulisannya cuma 106 judul. Kualitasnya jauh dari lembaran-lembaran yang dituliskan Kaka Armin di ArbellMedia. Karena itulah, saya kemudian menerima penghargaan ini dengan senang hati. Ini adalah sapaan seorang kakak untuk adiknya agar tak mengeram di “kandang SEO” tapi terjun ke pacuan yang sesungguhnya: benar-benar menulis, bukan bermain SEO dan mengutak-atik query “Orang Manggarai”. Sedap!

Alasan Ketiga: seperti yang saya utarakan di Facebook, sejak kekalahan Chelsea dari Atletico Madrid dalam Laga Semifinal Champions musim lalu, saya cuti menulis di Nara Reba. Itu adalah bentuk ungkapan belasungkawa atas musim yang minus gelar. Itu juga adalah sebentuk penghargaan atas perginya orang-orang kesayangan saya dari Stamford Bridge yang dilepas dan tidak diperpanjang kontraknya musim depan. Ah, tak harus saya sebutkan nama-nama mereka satu per satu. Saya tak ingin jari-jari saya menangis di papan keyboard.

Kembali ke konteks Liebster Award. Menerima penghargaan ini berarti harus menulis, lagi. Dan, saya harus melanggar janji, lagi. Padahal, melanggar janji itu ngeri-ngeri sedap, seperti kata (mantan)  anggota DPR asal fraksi Demokrat, Sutan Bhatoegana: “Ngeri kalo ketahuan, tapi kalo gak ketahuan ya sedap.” Hahahaha…

Kenapa Sebelas?
Ufh.. sepertinya tiga alasan saja sudah cukup. Jangan sampai sebelas. Cukup tiga saja. Kenapa? Kalau alasan Kak Armin atas pertanyaan “kenapa sebelas”,  adalah “karena 1+1= 2” dan “dua adalah angka yang baik untuk tahun ini”, saya punya pendapat yang berbeda. Kenapa Liebster Award menggandeng angka sebelas? Ini “tiga” penjelasan saya:

1.    Kesebelasan Sepakbola (Chelsea)
Mari kita simpan dulu alasan kenapa permainan sepakbola dimainkan “hanya” oleh sebelas orang, bukan lebih. Kita bicara soal makna angka sebelas dalam kaitannya dengan nomor punggung. Ya, nomor punggung pemain sepakbola. Banyak yang tidak begitu memperhatikan apa makna di balik nomor punggung sebelas pemain sebuah kesebelasan sepakbola. Setiiap nomor ternyata punya makna sendiri, sebelum sistem pergantian pemain diterapkan pada 1965 dan nomor punggung “12 ke atas mulai muncul.”

Menariknya, filosofi makna di balik nomor punggung itu masih di pakai. Hingga kini nomor punggung 11 [sebelas] biasanya dipakai oleh pemain yang diharapkan mampu menjadi bintang besar di klubnya seiring berjalannya musim. Di Chelsea, di klub kesayangan saya, nomor punggung 11 sebelumnya dipegang oleh Sang Legenda: Didier Drogba, setelah dulunya menjadi baju kebesaran

Pemain sepak bola nomor punggung 11
Para pemain hebat bernomor punggung 11

Damien Duff, Boudewijn Zenden dan Dennis Wise. Kini, nomor punggung keramat itu diberikan kepada Sang Bintang Muda asal Brazil: Oscar dos Santos Emboaba.
(Baca juga: Oscar warisi nomor punggung Drogba.)

Menulis tentang Chelsea di tempat pertama, mengurangi sedikit beban saya karena telah ingkar janji untuk tidak menulis sampai laga Barclays Premier League musim depan. Dalam kaitan dengannya dengan Liebster Award, menurut saya, alasan penghargaan ini awalnya diberikan kepada 11 blog dengan viewers yang lebih sedikit adalah agar blog tersebut dapat  lebih “bersinar” di kemudian hari. Seperti harapan yang digantungkan pada pemain nomor punggung 11. Persis.

2.    Piramida Backlink (Blogger)
Saya mengutip apa yang dituliskan Kak Armin di akhir Saya Kena Liebster Award Tahun Ini: “Dengan demikian, tongkat estafet ini saya serahkan. … Teruskan. Jangan sampai mati.” Menarik! Bayangkan Kak Armin menerima tongkat estafetnya dari Ajen, meneruskannya ke sebelas orang lain. Sebelas orang itu meneruskannya ke sebelas orang lagi, demikian seterusnya. Ini sebuah jaring backlink raksasa yang pada akhirnya bisa saja menghubungkan para blogger di seluruh dunia dalam satu aliran tongkat estafet!!

Untuk para pemain SEO, ide ini luar biasa. Luar biasa, bukan saja karena ide ini akan meningkatkan rating blog yang “kena” penghargaan, tetapi juga karena metode yang digunakannya. Angka Sebelas! Coba perhatikan:
a.    Tulis (11) hal tentang diri kalian.
b.    Jawab (11) pertanyaan dari saya.
c.    Tuliskan (11) pertanyaan
d.    Pilih (11) blogger peraih  Liebster Award berikutnya.
Ada 11+11 “tulisan” dari dan tentang diri sendiri (a dan c = 1111). Ada 11+11 “tulisan” dari dan untuk orang lain (b dan d = 1111). Menariknya, 11 dikali 11 = 121. Dan 1111 dikali 1111 =  1234321. Fenomena angka ini disebut Palindrome: deret kata atau angka yang bisa dibaca dari dua arah yang berbeda.
(Baca juga: teori konspirasi 11-11-11)

Pola dua arah ini diidentikkan dengan piramida, juga diidentikkan dengan Illuminati, organisasi rahasia yang konon berusaha mengambil alih kekuasaan di muka bumi ini. Memadukan ide Palindrome dengan konsep backlink SEO adalah hasil sebuah pemikiran yang luar biasa. Terlepas dari apapun alasannya, saya angkat dua jempol untuk pencetus ide Award ini. Liebster Award adalah cara brilian dari pembuatnya, dan saya merasa tertantang untuk mencari cara menanam backlink dengan cara lain yang tak kalah efeknya. Well, meskipun di dunia “ternak blog” saya lebih memilih untuk menanam backlink dengan cara yang berbeda, dan hanya di Nara Reba saya menggunakan nama Robert Bell. Thundang. Siapa tahu …

3.    Ramalan Kiamat (Ancaman)
misteri angka sebelas (11)Kenapa sejak lama saya tak pernah mau “menerima” Liebster Award? Saya ilfill dengan metode pesan berantai, disertai ancaman. Sejak dulu di zaman SMS hingga sekarang ketika Facebook Messenger begitu mudah diakses dari Android. Metodenya sama, estafet. Dulu, bahkan ada yang mengirim “Pesan Sebelas” disertai bukti-bukti yang kuat, seakan-akan Kiamat sudah di depan mata, dan kalau pesan itu tidak dikirimkan, si penerima tidak akan selamat di akahir zaman. Lucunya, ada perintah seperti  ini di akhir  pesan: “Q33NY di Komputer Anda lalu ganti hurufnya dengan jenis wingdings 1, Anda akan terkejut dengan tampilan di layar komputer Anda.”
(Baca juga: angka sebelas dan akhir zaman. Pesan Q33NY)

Tetapi, sekali lagi, saya menganggap Award ini sebagai ungkapan kepedulian seorang Kakak. Ketika seorang Armin Bell yang meneruskan ini ke saya dan “Thundang” (Max) lainnya, ini sebuah penghargaan dalam arti sesungguhnya. Neka rabo kalau saya sudah menanggapinya dengan cara yang berbeda dan “berlebihan”. Seperti kata Max di blog “nendong-nya”, pilihan jurusan membuat kami menanggapi segala sesuatu dari sudut pandang berbeda.  Ya, di sini saya menanggapinya dengan cara saya sendiri: dengung Socrates di kepala, dan dengkur komputer di sudut kamar kos.

Saya Kena-kan Liebster Award Tahun Ini
Sebagai bentuk penghargaan saya atas undangan Kak Armin, dan sebagai bentuk kekaguman saya atas pencetus ide Liebster Award, pada akhirnya Award ini saya terima dengan tangan terbuka dan, lagi-lagi, dengan perasaan ngeri-ngeri sedap!

11 Hal Tentang Saya (edisi move on):

  1. Lahir di 17 September, Virgo di tahun Kelinci. Golongan darah, A+. Lengkap sudah: Melankolis yang Sempurna, kata Florence Liteur, penulis buku “Personality Plus“.
  2. Sulung dari empat bersaudara. Menjadi kakak dari tiga laki-laki yang lahir dan besar di Ruteng tidak akan pernah mudah. Sungguh!! Kenyataan ini membuat saya harus sedikit demi sedikit menekan sifat melankolis untuk bisa menumbuhkan sedikit bumbu Koleris yang Kuat.
  3. Karena melankolisnya lebih besar dari yang koleris, saya lebih suka ada di belakang layar. Sejak TK di Gembala Baik, SD di Kumba I, sampai SMP dan SMA di Seminari Kisol. Sebagian besar mengenal saya sebagai pendiam yang tak banyak bicara.
  4. Satu-satunya tempat di mana saya tidak bisa bersembunyi di balik layar adalah “Majalah Dinding” dan “Surat Kores”; saya suka membaca dan akhirnya jatuh cinta dengan menulis. Toh, tetap saja saya masih tersembuyi di balik kertas.
  5. Sempat mengenyam didikan Postulant dan Novisiat Ordo Fratrum Minorum, membuat saya belajar apa yang namanya hening dan meditasi: diam yang bermakna. Filosofi “semua adalah saudara” ala St. Fransiskus Asisi membawa saya lebih mengenal ‘yang lain’. Bibit Plegmatis yang Damai akhirnya terbentuk.
  6. Sejak kecil sempat ingin menjadi pastor, kandas. Belajar pertanian organik, sempat ingin kuliah di jurusan pertanian, tidak tercapai. Pernah dididik Pater Frans Mido, SVD dan Romo Bone Rampung, Pr., sempat ingin menjadi penulis, belum jadi. Datang ke Jakarta, saya malah jadi pengamen. Malu tidak malu, saya kemudian dibentuk jadi Sanguinis yang Populer.
  7. Sambil mengamen, bekerja serabutan sana-sini, dan kuliah filsafat, saya kenal dunia organisasi: di kampus, di OMK gereja, di perkumpulan Manggarai, di perhimpunan sesama perantau Flobamora, dan akhirnya di PMKRI. Saya belajar menyeimbangkan yang sudah ada, sisi melankolis, koleris, plegmatis, dan sanguinis. Tetap saja, ternyata saya lebih ingin berada di balik layar, menjadi penulis naskah ketimbang orator-nya.
  8. Semua pekerjaan formal yang saya tekuni, jauh dari latar cita-cita yang saya pernah saya impikan. Menjadi penerjemah, data entry tim peneliti pertanian, menjadi guru bahasa Inggris, dan bahkan sempat di dunia ekspor-impor (freight forwarding). Jarang saya betah lebih dari setahun. Mungkin karena saya masih mencari jati diri, atau mungkin karena rejekinya bukan di situ. Hahaha…
  9. Saya lalu kembali ke PMKRI. “Mungkin saya lebih cocok jadi politisi atau negarawan“, begitu pikir saya waktu itu. Saya lalu lebih banyak belajar soal hukum dan politik, dan berbagi apa yang saya miliki dengan para sahabat di sana. Di akhir perjalanan, saya paham, politik itu artinya bekerja untuk orang lain, dan dunia politik saat ini sudah jauh dari itu. Saya berhenti.Blogger Manggarai ~ Flores
  10. Cukup lama saya bergulat, harus jadi apa. Rasa-rasanya, modal yang ada sudah lumayan untuk jadi petani, guru, penulis, penyanyi, pemain drama, penerjemah, politisi, atau pedagang. Tinggal dikembangkan, tentu sudah bisa dapat uang untuk hidup. Sudah bisa menikah, pulang kampung, dan membahagiakan orang tua. Cuma, saya tidak ingin sebatas itu; masih ingin lebih jauh lagi!
  11. Kalau dulu, buku adalah jendela dunia, sekarang internet adalah dunia tanpa batasan. Bukan kita yang harus keluar, tetapi kita-lah yang perlu memutuskan: harus membangun dinding dari apa untuk bertahan, dan harus membuka jendela atau pintu yang mana untuk menghirup udara segar. Saya lalu mendalami dunia Search Engine Optimization (SEO). Di bidang itu saya bekerja sekarang.

11 Jawaban Saya (untuk pertanyaan Kak Armin):  

  1. Tiga orang terkenal, bukan selebriti, pantas jadi tokoh inspiratif: a) Ayah, Angelus Thundang. Bagi yang pernah membaca catatan Liebster Award-nya Max, tentu akan paham alasannya. b) Pater Stanis Ograbek, SVD. Bukunya, “Demi Kebenaran” adalah buku pertama yang membuat saya menitikkan air mata haru. c) Bpk. Willy Hangguman, figur guru dan penulis yang saya kagumi semangatnya.
  2. Buku terakhir yang dibaca: “Waiting For Your Cat To Bark?” edisi Indonesia. Hasil hunting buku murah di Gramedia. Saya sedang mendalami marketing, terutama marketing internet (SEO) dan buku itu memberitahu saya banyak hal kecil yang punya efek besar. 
  3. Alasan membuat blog: tahun 2011, saya menemukan kembali bentuk lain dari Tunas, Puspita, PolRes (dan GeSan), majalah dinding yang pernah saya geluti semasa SMP dan SMA: blogpsot. Sekarang ada 203 blog yang saya kelola selain Nara Reba Manggarai.
  4. Hubungan saya dengan mantan pacar: hubungannya baik, tetap berkomunikasi meski ada yang cuma enam bulan sekali. Sekarang, semuanya sudah berkeluarga dan sudah punya anak, kecuali yang terakhir.
  5. Makan, nonton film, atau ke hutan, pilihan tempat untuk mengajak pacar di kencan kedua: sebenarnya, tidak ketiga-tiganya. Tetapi, kalau harus memilih, saya akan memilih “makan”, karena saya akan cukup punya waktu dan kesempatan untuk “memperhatikan” dia-orang-yang-seperti-apa, dan memutuskan apakah akan ada kencan ketiga atau tidak sama sekali.
  6. Lama online dalam sehari: akhir-akhir ini, rata-rata 15 jam.
  7. Nongkrong di Facebook atau Twitter, untuk: memantau situasi.
  8. Minta uang saat kuliah untuk tutupi defisit bulanan: pernah. Saat itu benar-benar kosong, tak dapat kerja sambilan. Kirim pesan SOS, alasannya sakit. Syukurnya, defisit tertutupi. Hehehe…
  9. Deskripsikan kota/kammpung tempat kelahiran dalam satu kalimat singkat: “Shambala.”
  10. Hal dalam seminggu yang buat saya bahagia: sembuh dari sakit perut. Saya sakit perut selama seminggu. Baru saya tahu, ternyata sakit paling tidak membahagiakan selama hidup, bukanlah  sakit hati, bukan juga sakit gigi, tetapi sakit perut. Hahaha…
  11. Dari sepuluh pertanyaan di atas, pertanyaan yang tak ingin dijawab: pertanyaan ke-sepuluh. Ada banyak hal yang buat saya bahagia, rasa-rasanya tidak adil jika saya hanya menuliskan “sembuh dari sakit perut”. Setidaknya, di sini saya ingin berterimakasih kepada yang merawat saya selama itu dan yang mengerti ketika saya ‘menghilang’.

11 Pertanyaan Saya (tak harus dijawab sepanjang tulisan ini hehehe…):

    Pertanyaan Untuk Liebster Award

  1. Berapa kali ganti nomor Handphone sampai sejauh ini? Kenapa?
  2. Apa status Facebook yang paling banya dapat like dan dikomentari? Kenapa status itu ditulis?
  3. Kalau sedang gelisah atau grogi, apa “senjata” paling ampuh untuk mengatasinya? Kenapa begitu?
  4. Kalau “harus” mengganti nama dan memilih sendiri nama baru, nama apa yang akan dipilih? Kenapa?
  5. Jika berbicara dengan orang baru selama 4 menit, apa yang paling lama ditatap dari orang itu? Kenapa?
  6. Apa yang paling menarik dari seorang laki-laki? Kenapa?
  7. Apa yang paling menarik dari seorang perempuan? Kenapa?
  8. Siapa orang yang pernah “hanya sekali” ditemui dalam hidup, tetapi begitu membekas? Kenapa?
  9. Apa rencana pertama yang dipikirkan setiap saat bangun di pagi hari? Kenapa?
  10. Apa judul untuk tulisan pertama setelah menulis tentang Liebster Award ini?
  11. Jika harus “bertanya balik”, dari sepuluh pertanyaan di atas, manakah pertanyaan yang ingin ditujukan untuk saya?

Tongkat Estafet Ini

Akhirnya, tulisan ini selesai juga. Dibalas di hari ke-11 setelah di-tag Kak Armin di wall Facebook. Ngeri-ngeri sedap, itu juga reaksi setelah melihat tulisan panjang yang diutak-atik seharian ini. Hahahaha… Terimakasih juga bagi yang sudah “tega” dan “betah” membaca hingga kalimat terakhir. Anda sungguh pembaca yang baik; salut dan penghargaan setinggi-tingginya saya berikan dari hati yang paling dalam. Tanggapannya sangat saya tunggu di kotak komentar.

Berikutnya, saya ingin menuliskan sebelas nama yang saya percayakan untuk melanjutkan tongkat estafet ini. Dimulai dengan tiga nama pemilik blog yang saya selalu saya baca tulisannya, dan saya kagumi. Dengan rendah hati saya berharap agar tongkat estafet Liebster Award ini diteruskan di wall blog masing-masing.  Nama-nama itu adalah:

  1. Margareta Engge Kharismawati: http://sayaengge.wordpress.com/
  2. Ernestine Ignatia Aditya Setyarini: http://spasigigiernestine.tumblr.com/
  3. Maliya: http://milliyya.blogspot.com 
  4. ……
  5. ………
  6. ………..
  7. …………..
  8. ……………..
  9. ………………..
  10. …………………..

Kenapa cuma tiga, dan bukan sebelas? Sejujurnya, saya ingin memberi tempat keempat hingga kesebelas untuk blogger asal Manggarai. Setelah dicek, sebagian besar blogger yang saya kenal sudah  ‘di-Liebster’. Hahaha… Tak apa. Saya menuliskan urutan keempat, kelima, dan seterusnya dalam baris kosong. Bagi blogger asal Manggarai yang ingin menerima uluran tongkat estafet ini, silahkan ditulis nama dan blog-nya di kotak komentar, dan saya akan mengisikannya di urutan yang kosong. 

Satu janji saya, bagi blogger newbie asal Manggarai yang ingin melanjutkan tongkat estafet Liebster Award ini, boleh memilih dua dari sebelas kesempatan “Ngeri-ngeri Sedap” berikut:

  1. Dimodifikasi template (tampilan) blog-nya agar lebih responsive (mobile view).
  2. Dinaikkan ratingnya di Alexa
  3. Dioptimasi SEO-nya di mesin pencarian Google, Yahoo, dan Ask
  4. Ditanam backlinknya di 510 situs berbeda dalam/luar negeri
  5. Mendapatkan 51 Subscribers (Pelanggan lewat email)
  6. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Google Analytic blog-nya
  7. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Bing Webmasternya blog-nya
  8. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Tynt Webmasternya blog-nya
  9. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Fanpage Facebook blog-nya
  10. Tulisannya mengenai Liebster Award akan di-share di jaringan saya
  11. Loggo/banner dan backlink blognya dipasang di Nara Reba Manggarai selama setahun.

Saya akan menunggu, dengan sabar. Akhir kata, sekali lagi, terimakasih untuk Kak Armin Bell. Salam saya untuk semua yang setia membaca hingga kata terakhir dan bersedia melanjutkan tulisan ini. “Kita tidak akan pernah menyerah sampai kita berhenti!”
Artikel SebelumnyaCinta Biru Chelsea: Mou, Eva, dan Ramires
Artikel BerikutnyaIkan Cara Sepanjang Jalan: Catatan Mimpi