Gitar di sudut kamar yang telah berdebu saking lama tak direngkuh, akhirnya menjadi teman. Dan, lagu ini mengalir. Judulnya, Ende: Mama. Pengarangnya, Ivan Nestorman, pernah memberi koreksi saat saya iseng menyanyikannya di sela waktu latihan drama di Matraman beberapa bulan lalu.
“Bukan ‘Cai lima ntaung…’, tapi ‘cai liwa ntaung,‘” Katanya waktu itu. Liwa artinya hitungan sepuluh tahunan. Ah, ya. Selama ini saya selalu mengira, bunyinya lima ntaung: lima tahun. Hanya separuhnya. Seperti juga lagu ini, jauh dari kualitas lagu aslinya; baik suara, musik, maupun hasilnya.
Tetapi, sekali lagi, ini adalah ungkapan kerinduan dari sudut ibukota. Ini adalah teriakan rindu dan doa pada saat yang sama. Semoga bisikkan angin membawa lagu ini ke telinga hati mama di Langgo – Manggarai sana.